103 Ribu Warga Jabar Tertular TBC

bandung

Dinas Kesehatan Jawa Barat mengumumkan bahwa kesadaran masyarakat akan ancaman penyakit tuberkulosis (TB) masih rendah. Padahal, jumlah kasus virus yang menyerang paru-paru di Jawa Barat ini begitu tinggi.

Direktur Dinas Kesehatan Jabar Nina Susana Dewi mengatakan, jumlah kasus TB di Jabar sekitar 128.000 orang. Angka tersebut merupakan yang tertinggi di Indonesia yang menempati urutan kedua dunia untuk jumlah kasus TB. “Yang ditemukan hanya 103.000,” kata Nina saat rapat koordinasi upaya menekan penyebaran penyakit TBC dan mencegah penambahan retardasi pertumbuhan di Bandung, Rabu (9/11/2022).

Menurut Nina, rendahnya kesadaran masyarakat terhadap TB disebabkan proses pengobatan yang lama, yakni 6 bulan. Beberapa pasien menghentikan pengobatan meskipun relatif baru dalam pengobatan. Lagi pula, banyak pasien tidak sembuh dari TB. “Orang-orang tidak dapat menanggung perawatan terus menerus setiap hari. Jadi itulah yang menyebabkan kegagalan pengobatan,” katanya.



Alasan lain, tambah Nina, masih banyak orang yang malu ketika keluarganya terinfeksi TBC. Sehingga masih banyak warga yang kontak erat dengan penderita TBC namun tidak berobat. Padahal, penularan penyakit ini relatif mudah karena bisa ditularkan melalui udara.

“Bahkan, kontak dekat harusnya pada Terapi Pencegahan TB (TPT) dan juga mendapat pengobatan. Tapi kontak dekat banyak yang tidak mau diperiksa, jadi tidak menjalani TPT, akhirnya tertular dan menularkan,” jelasnya.

Selain itu, penyebaran TB diperparah jika penyakit ini tidak dikenali selama pengobatan. Menurut Nina, banyak warga yang merasa menderita pilek dan batuk, sehingga hanya berobat rutin. “Mungkin dilihat seperti flu biasa, batuk biasa, padahal biasa, sudah lama. Karena informasinya tidak benar, lendirnya tidak diperiksa (selama pengobatan), bukan rontgen,” jelasnya.

Selain itu, menurut Nina, tingginya prevalensi TB karena kurangnya pendataan, terutama dari institusi kesehatan swasta. Ia menilai banyak klinik dan rumah sakit swasta yang tidak melaporkan penanganan pasien TB. “Kepatuhan terhadap persyaratan pelaporan juga rendah. Ini menambah beban pengurangan TB,” katanya.

Kepala Bidang Pencegahan, Pengendalian Penyakit Menular dan Tidak Menular Dinas Kesehatan Jabar M. Yudi Koharudin menjelaskan, ada tiga indikator jika ingin mengurangi bahkan menghilangkan penularan TB. Pertama, penemuan kasus harus mencapai tujuan agar lebih banyak orang yang tidak mengetahui jika mereka menderita TB.

“Kedua, pengobatan harus dilakukan secara penuh minimal enam bulan. Dan ketiga, penyediaan terapi pencegahan dipertimbangkan. Itu diberikan kepada orang yang kontak dekat dengan penderita TBC,” katanya.

Menurutnya, seperti halnya penderita TBC, orang dengan riwayat kontak dekat juga harus diobati. Mereka yang pernah melakukan kontak dekat di masa lalu harus diberikan obat untuk menghentikan penyebaran. “Beberapa menerima obat setiap minggu selama tiga bulan. Yang lain mendapatkannya setiap hari,” katanya.

Yudi melanjutkan, pihaknya menargetkan 90 persen penemuan kasus pada 2022. Namun, dia mengakui angka kesembuhan pengobatan TB di Jabar baru mencapai 73 persen. “Alhamdulillah sudah mencapai 92 persen. Masalahnya, target TPT masih sangat kecil. Masyarakat tidak menyadari pentingnya pengobatan (pencegahan) ketika mereka berhubungan dekat dengan pasien TB.

Kepala Labkesda Jabar Ema Rahmawati mengatakan pihaknya siap mempelajari sampel TB. Bahkan, Labkesda Jawa Barat telah menjadi rujukan nasional untuk skrining TB mikroskopis. “Bahkan sekarang, petugas kami selalu hadir untuk mendukung provinsi lain,” katanya.

Ia mengatakan pihaknya akan rutin menyaring 300.000 hingga 400.000 sampel TB dari Jabar dan provinsi lain dalam setahun. “Lalu ada 8.000 setahun sampai TB resisten obat,” pungkasnya.

(ral/iqk)