
sumber gambar, ANTARA FOTO
Sejumlah petinggi Polri tiba untuk melaksanakan salat Jumat sebelum menuju Istana Negara di Jakarta, Jumat (14/10/2022).
Penyelidikan atas tuduhan bahwa pejabat senior Polri telah “mendukung” tambang batu bara ilegal di Kalimantan Timur dengan miliaran rupiah – istilah umum untuk bantuan atau perlindungan – dikhawatirkan akan sulit diselesaikan kecuali jika didukung oleh institusi dilakukan di luar kepolisian.
Karena itu, Kombes Polri Albertus Wahyurudhanto mendesak keterlibatan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk mengungkap kasus tersebut.
Mantan Direktur Reserse Kriminal Susno Duadji tidak menampik bahwa perwira senior polisi “mendukung kasus pidana karena kekuatan institusi Polri sangat-sangat besar”.
sumber gambar, DETIK.COM
Ilustrasi foto Departemen Kepolisian Kriminal.
Dugaan “penyetoran uang” kepada pejabat tinggi Mabes Polri untuk mendukung kegiatan penambangan batubara ilegal di Kalimantan Timur terungkap setelah video pengakuan seorang pria bernama Ismail Bolong menjadi viral.
Pria yang mengaku pernah bertugas di Satuan Intelejen Keamanan Polsek Samarinda Kalimantan Timur itu mengatakan telah “memberi” Rp 6 miliar kepada Bareskrim Agus Andrianto.
Penyerahan dana tersebut akan dilakukan secara bertahap pada tahun 2021.
“Mengenai kegiatan yang saya lakukan, saya sudah berkoordinasi dengan Satpol PP yaitu Komjen Pol Agus Andrianto dengan memberikan uang sebanyak tiga kali yaitu pada September 2021 sebesar Rp 2 miliar, bukan pada Oktober 2021 sebesar Rp 2 miliar dan juga Rp 2 miliar pada November 2021.
“Uang itu saya berikan langsung ke Komjen Pol Agus Andrianto di kantornya,” kata Ismail Bolong dalam video tersebut.
sumber gambar, MEDIA SOSIAL
Tangkapan layar Ismail Bolong, pengusaha tambang batu bara yang videonya viral.
Ismail Bolong mengaku sebelumnya pensiun sebagai polisi dan bekerja sebagai pengumpul batu bara dari konsesi tak berizin dengan keuntungan berkisar Rp 5 miliar hingga Rp 10 miliar.
Bersama Bareskrim Agus Andrianto, ia juga memberikan “uang koordinasi” sebesar Rp 200 juta kepada Bareskrim Bontang pada Agustus 2021.
Namun belakangan Ismail Bolong mengoreksi pengakuannya.
Dia mengaku membuat video itu “karena mendapat tekanan dari Brigjen Hendra Kurniawan yang saat itu menjabat sebagai Karopaminal Polri.”
“Kalau begitu, aku akan mengklarifikasi. Saya tidak pernah memberikan uang kepada polisi kriminal, apalagi bertemu dengan mereka,” katanya.
Apa hasil investigasi Propam?
Terlepas dari keberatan ini, Departemen Pekerjaan dan Keamanan Polri dan Keamanan Dalam Negeri Polri menyelidiki kasus tersebut pada April 2022.
Menurut salinan yang diperoleh BBC, temuan penyelidikan menunjukkan bahwa ada “beberapa tambang batubara ilegal di Kalimantan Timur yang tidak memiliki Izin Usaha Pertambangan (IUP)”.
Salah satunya terletak di kawasan Santan Ulu, Kecamatan Marangkayu, Kabupaten Kutai Kartanegara.
Meski ilegal, Polsek, Polres, Polda Kaltim, dan Bareskrim Polri dikatakan “tidak melakukan tindakan hukum atas uang koordinasi penambang batu bara ilegal” dan “intervensi unsur lembaga lain”.
sumber gambar, KOMPAS.COM
Kepala Badan Reserse Kriminal Polri Irjen Agus Andrianto.
“Jika itu internal, itu tidak akan selesai”
Kombes Polri Albertus Wahyurudhanto mengatakan, persoalan ini krusial bagi institusi Polri di tengah kasus pembunuhan yang dipimpin perwira senior Polri Ferdy Sambo.
Karena itu pasti akan memperburuk citra polisi.
“Ini berimplikasi pada institusi. Jadi prinsipnya jangan sampai polisi jadi korban, lembaga ini dibutuhkan masyarakat saat ada masalah, tidak bisa sepenuhnya menjalankan fungsinya,” imbuhnya kepada BBC News Indonesia. Selasa (8/11).
Kompolnas, lanjutnya, telah menerima pengaduan petugas polisi menerima “uang jaminan”, yang katanya terjadi “dari tingkat polisi resor, polisi daerah hingga markas polisi.”
Setiap laporan, kata dia, selalu ditindaklanjuti dengan pengaduan ke Kombes Polri.
“Ini masalah budaya yang tidak pernah berakhir,” jelasnya.
sumber gambar, ANTARA FOTO
foto ilustrasi. Mantan Kepala Bareskrim Polri Susno Duadji mengatakan praktik menerima “dana titipan” bukanlah hal baru atau sudah lama terjadi dan bersumber dari bisnis ilegal seperti pertambangan, perjudian, atau narkoba.
Namun, masih adanya pengaduan serupa menunjukkan bahwa penyelidikan dan pemantauan internal polisi lemah. Oleh karena itu diperlukan badan eksternal dalam kasus ini, yaitu Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Wahyu mengatakan pihaknya berharap dengan mendatangkan KPK, penyidikan kasus ini bisa tuntas, apalagi dengan melibatkan petinggi kepolisian.
“Tidak akan selesai kalau hanya dilakukan investigasi internal. Sedangkan Kompolnas tidak memiliki kewenangan hukum untuk melakukan somasi.”
Menanggapi permintaan tersebut, Juru Bicara KPK Ali Fikri mengatakan pihaknya terbuka dan menyambut baik rencana tersebut.
Karena keuntungan dari sektor strategis seperti pertambangan cukup menggiurkan banyak pihak dan berpotensi melanggar hukum.
“Adapun rencana kerja sama dengan KPK dalam mengungkap kasus mafia pertambangan Indonesia tentu sangat kami sambut baik,” kata Ali Fikri, seperti dikutip Antara. Tempo.coSenin (7/11).
Mengapa polisi “menerima” jaminan?
Mantan Kepala Bareskrim Polri Susno Duadji mengatakan praktik menerima “dana titipan” bukanlah hal baru atau sudah lama terjadi dan bersumber dari bisnis ilegal seperti pertambangan, perjudian, atau narkoba.
Uang untuk bisnis ilegal ini “cukup besar”.
Polisi sangat rentan dengan godaan untuk menerima “uang gadai” karena kekuasaan dan kewenangannya yang sangat besar. Apalagi bila tidak ada tindakan tegas bagi yang melanggarnya.
“Jadi tergantung orangnya sih mau banyak godaan. Jika dia tidak menginginkannya, dia menghindarinya, tetapi biasanya tidak bertahan lama. Aku seperti telah ‘dihancurkan’.
“Hanya masalah apakah kita mau melacurkan diri? Itu saja. Karena polisi memiliki kekuatan besar, ada banyak godaan.”
Dalam kasus yang diduga melibatkan Kepala Badan Reserse Kriminal Agus Andrianto itu, Susno menilai Kapolri harus bertindak cepat dengan mengusut orang-orang bernama Ismail Bolong.
Jika ada pelanggaran dalam penyidikan, aparat kepolisian yang terlibat harus dibawa ke area kejahatan.
Hingga berita ini diturunkan, juru bicara Mabes Polri Deddy Prasetyo belum menjawab pertanyaan BBC News Indonesia.
Juru Bicara Polda Kaltim Yusuf Sutejo merujuk kasus kesaksian Ismail Bolong ke penyidikan Mabes Polri. Karena terhadap dugaan “penyetoran uang” ditentukan karena penyebutan nama polisi kriminal (Bareskrim) Agus Andrianto.
“Terkait video viral itu, pernyataan itu diproses Mabes Polri, jadi Mabes Polri yang membuat pernyataan, bukan kami,” ujarnya kepada wartawan.