Dalam kasus penularan HIV di masa lalu melalui metode transfusi
Jakarta (ANTARA) – Kepala Departemen Alergi Imunologi Departemen Anak, Dr. RSCM. Dr Nia Kurniati, SpA(K), mengatakan anak yang terinfeksi virus imunodefisiensi manusia (HIV) dapat tumbuh normal jika Anda minum obat antiretroviral (ARV) secara teratur.
“Secara umum kondisinya masih naik turun selama 6 bulan pertama (setelah pemberian ARV). Anda bisa mendapatkan diare lagi, Anda bisa mendapatkan infeksi jamur lagi. Tapi setelah 6 bulan kita bisa lihat polanya, yang mendapat ARV lalu fit bisa sehat seperti anak normal, jadi bisa tumbuh besar,” ujar dokter anak itu dalam webinar Dies Natalis RSCM ke-103. dilanjutkan pada Kamis di Jakarta.
Ia menjelaskan, orang yang terinfeksi HIV biasanya tidak menunjukkan gejala tertentu kecuali orang tersebut memiliki kondisi lain, seperti penyakit penyerta. Pada bayi yang terinfeksi HIV.
Nia mengatakan mereka mungkin mengalami gizi buruk atau tidak bertambahnya berat badan karena peradangan yang sedang berlangsung.
Baca Juga: Obat HIV Generik untuk Anak Didistribusikan di Afrika
Baca juga: Beri ruang untuk ODHA seperti anak-anak pada umumnya
Jika tidak ada intervensi medis, kondisi anak bisa memburuk, kata Nia, meski dokter telah berusaha memperbaiki penyakit penyerta seperti malnutrisi.
Oleh karena itu, penting untuk menawarkan terapi ARV agar anak tumbuh normal.
Nia mengatakan infeksi HIV dapat menyerang semua kelompok umur. Pada anak, penularan HIV biasanya terjadi melalui penularan cairan dari ibu bersalin, baik saat hamil, bersalin, maupun nifas melalui ASI.
Ia memperkirakan 95 persen kasus penularan HIV berasal dari ibu bersalin. Sedangkan sisanya, 5 persen penularan HIV ke anak, bisa melalui prosedur dalam prosedur medis seperti transfusi.
“Meskipun skrining dilakukan dengan baik, kami telah menerima kasus infeksi HIV melalui prosedur transfusi di masa lalu. Namun secara umum, 95 persen infeksi HIV pada anak ditularkan oleh ibu kandungnya,” kata Nia.
Jika penularan HIV terjadi saat janin masih dalam kandungan, ibu mungkin tidak dapat mengetahui waktu penularan yang tepat karena prosesnya berlangsung lancar selama kehamilan. Saat lahir, bayi juga bisa terinfeksi jika darah dari ibu masuk ke luka bayi atau jika bayi menelan cairan vagina ibu.
“Pada saat itu, infeksi telah terjadi, tidak ada gejala segera,” katanya.
Nia mengatakan gejala yang terlihat bisa muncul setelah bayi berusia beberapa bulan.
Biasanya, petugas kesehatan sering menemukan gejala berupa pneumonia atau hepatitis kuning pada anak usia tiga sampai empat bulan. Lalu ada juga gejala TBC dan gatal-gatal saat anak berusia di atas satu tahun, ujarnya.
Baca Juga: KPA: 52 Anak Di Tulungagung Terinfeksi HIV/AIDS
Baca juga: Yayasan Lentera: Anak HIV/AIDS Perlu Didorong
Reporter: Rizka Khaerunnisa
Penerbit: Zita Meirina
HAK CIPTA © ANTARA 2022