
sumber gambar, ANTARA FOTO/NOVIAN ARBI
Warga membawa beras di dekat rumah yang rusak akibat gempa di Gasol, Cianjur, Jawa Barat, Selasa (29/11/2022).
Gempa di Cianjur, Jember dan Sukabumi dalam dua minggu terakhir membuat banyak orang bertanya-tanya mengapa gempa sering terjadi.
Seorang ahli menggambarkan intensitas kegempaan saat ini sebagai “masuk akal”, meskipun dia masih memperingatkan tentang kemungkinan gempa bumi yang kuat.
Pada Kamis (12/08) pukul 07:50 WIB, gempa bermagnitudo 5,8 melanda Kota Sukabumi bagian tenggara, Jawa Barat.
Getarannya terasa di kota-kota besar seperti Jakarta, Bandung dan sekitarnya.
Faisal Kristiandi tinggal di kawasan Jampang Tengah – hanya berjarak sekitar 20 kilometer dari pusat gempa. Pagi ini dia baru saja melepas handuk dan melilitkannya di lehernya.
Tiba-tiba dinding bergetar.
“Saya terdiam beberapa saat di depan kamar mandi. Sempat ada feeling akan lama atau tidak, tapi ternyata semakin lama semakin terasa. Saya memutuskan untuk pergi,” katanya kepada BBC News Indonesia.
Sebuah rumah ambruk saat gempa Cianjur.
Di luar rumah, pria berusia 22 tahun ini melihat banyak tetangganya panik saat berdoa untuk keselamatan.
Sebuah akun Twitter menunjukkan kepanikan di Kota Sukabumi.
Ada juga cerita anak sekolah merencanakan simulasi gempa. Tapi kemudian Lindu datang lebih awal.
Pagi ini, tagar gempa menjadi topik yang paling banyak dibicarakan netizen di Twitter.
Setelah gempa bumi yang semakin sering terjadi, Faisal bersiap melakukan penyelamatan. Dia memasukkan semua barang penting ke dalam tas. Ini berisi makanan ringan, surat-surat penting dan pertolongan pertama.
“Sudah disiapkan. Jadi kalau ada keadaan darurat yang memang harus kita selamatkan sendiri, tinggal satu barang saja, ambil saja. Paket lengkapnya seperti itu,” ujarnya.
Tidak ada kerusakan yang dilaporkan setelah gempa.
Di sisi lain, Faisal bertanya-tanya mengapa intensitas gempa belakangan ini semakin terasa setelah gempa Cianjur yang menewaskan 334 orang dan delapan orang masih hilang.
“Pertanyaan seperti ini sering ditanyakan,” katanya.
Mengapa sekarang sering terjadi gempa bumi?
sumber gambar, ANTARA FOTO/SENO
Getaran dari aktivitas seismik Gunung Semeru terekam menggunakan seismograf.
“Secara umum sebenarnya rentang frekuensi itu wajar,” kata Gayatri Indah Marliyani, pakar seismik dari Universitas Gadjah Mada, kepada BBC News Indonesia.
Gayatri mengatakan yang “sering dirasakan gempa” adalah dampak psikologis gempa Cianjur yang masih membekas di masyarakat.
Juga, informasi yang cepat pada setiap gempa dan kemajuan teknologi yang mendeteksi pergerakan tanah.
“Ya, karena banyak gempa, karena sensornya semakin bagus mendeteksinya, semakin bagus dan cepat. Jadi jelas ada peningkatan. Dalam artian, itu karena kemampuan atau kemampuan kita untuk mendeteksi kejadian gempa telah meningkat.” Tambah Gayatri.
sumber gambar, ANTARA FOTO/NOVIAN ARBI
Korban gempa Cianjur membuka lahan pertanian di Sarapad, Cugenang, Cianjur, Jawa Barat, Rabu (30/11/2022).
Gempa M5.8 di Sukabumi pagi ini adalah salah satunya. Artinya rata-rata Indonesia mengalami gempa bermagnitudo 5 dalam satu hari.
Dalam cuitannya, Direktur Pusat Gempa dan Tsunami (BMKG) Daryono mengatakan gempa Sukabumi merupakan gempa dengan kedalaman 122 km di zona subduksi Indo-Australia.
Indonesia dikenal rawan gempa karena dilalui oleh pertemuan tiga lempeng tektonik, yaitu Indo-Australia, Eurasia, dan Pasifik.
Lempeng tektonik adalah bagian paling atas bumi yang terus bergerak, seperti B. Lapisan es di danau.
“Sebenarnya, jika kita berhati-hati di sepanjang zona subduksi [daerah pertemuan antarlempeng] Kegempaan ini terjadi hampir setiap hari,” tambah Gayatri.
Apakah ini karena gempa Cianjur?
sumber gambar, ANTARA FOTO/NOVIAN ARBI
Sejumlah anak korban gempa Cianjur mengikuti kegiatan edukasi di posko evakuasi Lapangan Cariu di Cugenang, Cianjur, Jawa Barat, Rabu (30/11/2022).
Gempa Cianjur, kata Gayatri, merupakan gempa dangkal yang tidak ada kaitannya dengan gempa Sukabumi atau Jawa Timur belakangan ini. Dilihat dari zona subduksi semuanya tidak berhubungan.
“Jadi itu terjadi begitu saja,” katanya.
“Jadi apa gunanya gempa Cianjur, lalu memicu gempa lagi, itu benar Tidak.”
Sejauh ini diketahui terdapat enam sesar aktif di Jawa Barat, yaitu Sesar Cimandiri (sepanjang 100 km dari Teluk Pelabuhan Ratu – Padalarang), Sesar Lembang (30 km sebelah utara Kota Bandung) dan Sesar Baribis (sepanjang 100 km dari Kabupaten Purwakarta). ). – Bukit Baribis, Kabupaten Majalengka).
Kemudian sesar Garsela alias Garut Selatan (42 km selatan Garut – Bandung), sesar Citarik dan sesar Cipamingkis. Aktivitas sesar di provinsi terpadat di Indonesia ini berpotensi memicu gempa besar.
Apakah gempa Cianjur akan memicu aktivitas sesar lainnya?
sumber gambar, INTERPHOTO/WAHYU PUTRO A
Petugas kepolisian menggunakan anjing pelacak untuk mencari korban yang terkubur longsor akibat gempa di Desa Cijedil, Cugenang, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat, Minggu (27/11/2022).
Aktivitas antar patahan juga bergantung pada jarak dan keadaan patahan yang akan dipindahkan. Artinya, gempa Cianjur akibat sesar aktif yang baru ditemukan ini belum tentu langsung menggeser sesar lainnya.
“Ketika keadaan menjadi ketat sangat, Ya memang. Namun, syaratnya adalah orang yang salah itu sudah siap bergerak atau hendak pindah.
Dia sudah cukup tinggi dalam hal stres, tekanan yang dia berikan dan hanya didorong sedikit sebelum dia bisa bergerak sudah cukup,” tambah Gayatri.
Untuk mengetahui apakah bug berada dalam posisi “stres”, perlu dilakukan pemeriksaan. Salah satu kemungkinannya adalah dengan menggunakan data pergerakan permukaan, yang juga dapat diperoleh dari sejarah seismik.
Apa yang bisa dilakukan masyarakat?
sumber gambar, ANTARA FOTO/NOVIAN ARBI
Warga terdampak gempa membawa air bersih untuk disalurkan di Sarapad, Cianjur, Jawa Barat, Minggu (27/11/2022).
Gempa Cianjur meninggalkan bekas tidak hanya bagi warga yang terkena dampak langsung, tetapi juga bagi warga kota lain yang juga merasakan gempa saat itu.
Kejadian ini mengingatkan masyarakat Indonesia untuk hidup dengan gempa bumi yang bisa datang kapan saja, bahkan saat tidur nyenyak sekalipun. Tapi, kata Gayatri, itu tidak berarti Anda harus hidup “24 jam dalam ketakutan”.
“Artinya, kita harus mempersiapkan diri sebaik mungkin agar tidak ketinggalan jika terjadi insiden. Kita bisa meminimalisasi dampaknya,” ujarnya.
Hal ini dilakukan dengan mengetahui sejauh mana gempa bumi dapat merusak rumah, memahami daerah yang harus dikunjungi dan memberikan petunjuk jalan keluar saat terjadi bencana alam.
“Ada semacam pemahaman yang perlu dibangun, membaca dan melihat peta, perlu melihat posisi, dimanapun berada, untuk persiapan. Ketika saya dari kota A ke kota B, di desa A dan desa B, itu berarti saya berada di bawah semacam ancaman, dari diri saya sendiri.”
Hal-hal terkait yang juga dapat Anda lihat:
Gempa Cianjur: Seorang anak diselamatkan dari bawah reruntuhan setelah tiga hari