
sumber gambar, ANTARA FOTO
Aktivis lingkungan dari Koalisi Ibukota membawa manekin dan plakat saat aksi menuntut hak atas udara bersih di kawasan Monumen Nasional di Jakarta, Jumat (16 September 2022).
Majelis Hakim Pengadilan Tinggi Jakarta menguatkan putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat bahwa terdakwa I sampai dengan IV dalam perkara ini, Presiden Republik Indonesia, Menteri Lingkungan Hidup, Menteri Dalam Negeri dan Menteri Kesehatan telah melakukan perbuatan melawan hukum yang berkaitan dengan penanganan pencemaran udara.
Para terdakwa dinyatakan, menurut majelis hakim, telah gagal memenuhi kewajibannya untuk memenuhi hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat, “mengakibatkan buruknya kualitas udara di DKI Jakarta”.
Hal ini menimbulkan kerugian bagi penggugat dan masyarakat DKI Jakarta, termasuk terjadinya berbagai penyakit akibat pencemaran udara.
“Memperhatikan bahwa berdasarkan pertimbangan-pertimbangan di atas, Pengadilan Tinggi memutuskan bahwa Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Nomor 374/Pdt.G/LH/2019/PN Jkt Pst tanggal 16 September 2021 mempertahankan dan dapat dipertahankan,” bunyi keterangan tersebut. , salinan putusan Majelis Hakim Pengadilan Tinggi Jakarta yang dipimpin oleh Abdul Fattah.
sumber gambar, ANTARA FOTO
Aktivis lingkungan dari Koalisi Ibukota membawa manekin dan plakat saat aksi menuntut hak atas udara bersih di depan Gedung Balaikota DKI Jakarta, Jumat (16/9/2022).
Pada Januari 2022, para tergugat mengajukan kasasi yang intinya meminta Majelis Hakim Pengadilan Tinggi Jakarta untuk membatalkan putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat tanggal 16 September 2021.
Beberapa alasan terkait dengan surat banding tersebut adalah bahwa permohonan warga negara tidak memenuhi syarat formil dan dalil bahwa Presiden Republik Indonesia melakukan perbuatan melawan hukum tidak terpenuhi.
Soal lain, putusan PN Jakarta Pusat 16 September 2021 dinilai cacat substantif karena tidak mempertimbangkan alat bukti yang sah dari Menteri Dalam Negeri.
Mendagri mengatakan, dirinya tidak memiliki fungsi langsung untuk memenuhi lingkungan yang baik dan sehat.
Selain itu, Mendagri mengaku telah memberikan pembinaan dan pengawasan secara umum kepada pemerintah daerah, dalam hal ini Provinsi Banten dan Jawa Barat.
Siapa yang menggugat?
Gugatan dugaan pencemaran udara di ibu kota diajukan ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada Juli 2019 oleh 32 warga yang diakui oleh Tim Advokasi Gerakan Ibu Kota (Coalition of the Universe’s Initiative to Clean the Air).
Penggugat berpendapat bahwa pencemaran udara di Jakarta mengakibatkan hak masyarakat atas lingkungan hidup yang baik dan sehat tidak terpenuhi.
Pada tahun 2010, terdapat 5 juta kasus penyakit yang berhubungan dengan polusi udara, meningkat menjadi 6 juta kasus pada tahun 2016.
sumber gambar, ANTARA FOTO
Suasana gedung bertingkat tampak redup akibat polusi udara di Jakarta, Rabu (28/9/2022). Berdasarkan data situs pemantau udara AirVisual.com per Rabu, 28 September pukul 15.00 WIB, Jakarta menempati urutan keempat kota dengan kualitas udara terburuk di dunia dengan indeks kualitas udara 152, atau dalam kategori “tidak sehat”.
Akibatnya, masyarakat DKI Jakarta menanggung biaya sebesar Rp 38,5 triliun pada 2010 dan Rp 51,2 triliun pada 2016 untuk pengobatan penyakit terkait pencemaran udara.
Pencemaran udara di Jakarta merupakan hasil kegiatan masyarakat yang meliputi penggunaan kendaraan bermotor, industri, pembangkit listrik, pembakaran sampah dan lain-lain.
Kegiatan pencemaran tidak hanya di Jakarta tetapi di sekitar Jakarta.
Mereka merasa bahwa penyelesaian masalah administrasi lintas batas udara memerlukan tindakan dari berbagai pejabat pemerintah.
Dalam hal ini, Presiden dan tiga menterinya juga harus memantau, mengevaluasi, dan membantu Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, Banten, dan Jawa Barat agar secara hukum wajib melakukan pengendalian pencemaran udara.
Apa keputusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat?
Pada 16 September 2021, hakim memutuskan bahwa para terdakwa dalam kasus ini telah melakukan perbuatan melawan hukum terkait dengan pengelolaan pencemaran udara.
Terdakwa dalam kasus ini adalah Presiden Joko Widodo, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Menteri Dalam Negeri, Menteri Kesehatan dan Gubernur DKI Jakarta. Juga di antara para tersangka adalah Gubernur Banten dan Gubernur Jawa Barat.
“Pernyataan Terdakwa 1, Terdakwa 2, Terdakwa 3, Terdakwa 4 dan Terdakwa 5 melanggar hukum,” kata Hakim Saifuddin.
Terdakwa terbukti melanggar Pasal 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
sumber gambar, ANTARA FOTO
Aktivis lingkungan dari Koalisi Ibukota membawa plakat saat aksi menuntut hak atas udara bersih di sekitar kawasan Monumen Nasional di Jakarta, Jumat (16 September 2022).
Sanksi apa yang dikenakan?
Terdakwa 1 (Presiden Joko Widodo) terpanggil untuk menetapkan baku mutu udara nasional yang cukup untuk melindungi kesehatan manusia, lingkungan dan ekosistem, termasuk kesehatan masyarakat rentan, berdasarkan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Terdakwa 2 (Menteri LHK Siti Nurbaya Bakar) ditunjuk untuk mengawasi Gubernur DKI (Anies Baswedan), Gubernur Banten (Wahidin Halim) dan Gubernur Jawa Barat (Ridwan Kamil) dalam melakukan inventarisasi transaksi lintas batas. DKI Jakarta, Banten dan Jawa Barat.
Terdakwa 3 (Mendagri) ditunjuk untuk mengawasi dan mengarahkan kinerja Terdakwa 5 (Gubernur DKI) dalam pengendalian pencemaran udara.
Tergugat IV (Menkes) diminta menggunakan pengurangan dampak kesehatan akibat pencemaran udara di Provinsi DKI yang ingin dicapai sebagai dasar pertimbangan Tergugat V (Gubernur DKI) dalam merumuskan strategi pengendalian udara dan rencana aksi menghitung polusi.