
sumber gambar, Gambar Getty
foto ilustrasi. Pemerintah telah membuka kembali keran pengiriman pekerja migran informal ke Arab Saudi setelah dihentikan 11 tahun lalu.
Pemerintah Indonesia berencana membuka kembali keran pengiriman pekerja migran informal ke Arab Saudi setelah dihentikan 11 tahun lalu, dengan sistem baru berbentuk badan hukum, atau Syarikah, yang katanya melindungi hak-hak pekerja migran.
Namun, organisasi yang menangani pekerja migran telah meminta pemerintah untuk menunda kebijakan ini hingga proses perekrutan diperbaiki untuk menghindari terulangnya kekerasan yang dialami banyak pekerja migran pada tahun 2011.
Peningkatan tersebut mulai dari informasi lowongan kerja yang masih didominasi oleh calo, hingga pelatihan keterampilan kerja yang diberikan oleh pemerintah pusat dan daerah.
Direktur Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia Kementerian Tenaga Kerja, Rendra Setiawan, mengatakan keputusan pemerintah untuk mengirim lebih banyak pekerja rumah tangga ke Arab Saudi karena “masih banyak peminat yang berada di Arab Saudi ingin bekerja”. .
Dari situ, Departemen Tenaga Kerja berusaha mencari “jalan keluar baru” yang akan menjamin hak-hak pekerja migran dan mencegah terulangnya kembali tindakan kekerasan.
Sekadar informasi, penempatan PRT ke Arab Saudi sebenarnya dimoratorium pada tahun 2011 karena banyaknya kasus kekerasan yang dialami oleh pekerja migran di negara tersebut, dan diperkuat oleh undang-undang empat tahun kemudian.
Pusat Penelitian, Pengembangan, dan Penerangan Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia mencatat sebanyak 31.676 pekerja migran Indonesia mengalami kekerasan pada tahun 2010.
Salah satu kasus yang paling menggemparkan terjadi saat itu dengan Ruyati binti Satubi. TKI asal Bekasi ini dieksekusi dengan cara dipancung setelah dituduh membunuh majikannya.
Ruyati pernah mengeluh kepada keluarganya bahwa keluarga majikannya suka bersikap kasar, seperti dipukul dengan sandal, jarang diberi makan, bahkan gaji tujuh bulan tidak dibayar.
sumber gambar, ANTARA FOTO
foto ilustrasi. Bahkan, penempatan PRT ke Arab Saudi sempat ditangguhkan pada 2011 dan empat tahun kemudian diperketat undang-undang karena banyaknya kasus kekerasan yang dialami oleh TKI di negara tersebut.
Rendra mengatakan, jalan keluar bagi Departemen Tenaga Kerja adalah dengan menggunakan sistem tersebut Syariah –yang berarti bahwa pengguna karya harus berbadan hukum yang ditunjuk oleh dan bertanggung jawab kepada pemerintah Arab Saudi.
Jangan gunakan sistem lagi kafalah atau individu seperti sebelumnya.
Mekanisme kerja sama antara Arab Saudi dan Indonesia ini dikenal dengan Sistem Penempatan Satu Saluran (SPSK). perusahaan mega.
Karena di SPSK terdapat 49 perusahaan perekrut dari Indonesia dan 30 perusahaan penjualan di Arab Saudi.
“Kalau yang ada lowongan, kami sediakan,” kata Rendra Setiawan kepada BBC News Indonesia, Selasa (13/12).
“Sistem SPSK telah disepakati secara sah oleh kedua negara untuk memproses penempatan tenaga kerja migran ke Arab Saudi pada sektor pengguna perorangan. Tidak ada jalan lain,” lanjutnya.
Di “pintu baru” ini ada beberapa hal yang disepakati bersama. Misalnya, menawarkan lebih dari satu jenis pekerjaan atau multitasking tidak lagi diperbolehkan.
“Telah disepakati bahwa para pekerja migran ini akan bekerja dalam posisi tertentu. Housekeeping tidak boleh mengurus bayi atau orang tua.”
Jam kerja juga dibatasi dari 8 hingga 9 jam. Maka upah minimum akan ditetapkan sebesar SAR 1.500 atau setara dengan 5,9 juta per bulan (kurs Rp 3.976 per SAR).
Akses komunikasi kemudian dijamin, termasuk dokumen pribadi yang harus disimpan oleh pekerja migran.
“Wilayah kerja juga terbatas di tempat-tempat yang peradabannya baik seperti Mekkah, Jeddah, Riyadh, Madinah, Dammam, Dhahran dan Khobar,” ujarnya.
Tak kalah pentingnya, kata Rendra, Indonesia dan Arab Saudi sepakat membentuk satgas khusus untuk memantau ada atau tidaknya pelanggaran perjanjian kerja.
“Pertama perbaiki proses perekrutan dan pelatihan”
Namun, Serikat Pekerja Migran Indonesia (SBMI) menganggap kebijakan ini cacat, terutama terkait informasi lowongan kerja dan pelatihan.
Selama ini, menurut Sekretaris Jenderal SBMI Bobi Anwar, informasi tentang tawaran pekerjaan bagi TKI didominasi calo. Situasi ini membuat calon pekerja migran seringkali mendapatkan informasi yang tidak benar yang merugikan mereka.
“Sudah menjadi fakta umum bahwa agen memberi tahu calon pekerja bahwa pekerjaannya bagus, prosesnya cepat, dan gajinya tinggi. Itu tidak benar, sementara pekerja di Arab Saudi harus terampil,” kata Bobi Anwar.
“Dalam praktik penempatan, banyak informasi yang dimanipulasi melalui perekrutan yang sewenang-wenang. Akibatnya, terjadi banyak kekerasan.”
“Bahkan keluar tidak tahu bahasa lokal dan tidak terampil, mereka harus terbiasa dengan jam kerja yang panjang.”
sumber gambar, ANTARA FOTO
foto ilustrasi. Selama ini, menurut Sekretaris Jenderal SBMI Bobi Anwar, informasi tentang tawaran pekerjaan bagi TKI didominasi calo.
Menurutnya, sebelum menerapkan arahan tersebut, pemerintah terlebih dahulu harus mengajukan permohonan yang bisa langsung diakses oleh calon TKI untuk mendaftar guna menghindari calo.
Topik selanjutnya adalah kualifikasi profesional.
Sesuai amanat Undang-Undang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia Tahun 2017, pemerintah pusat dan daerah wajib mendanai dan memberikan pelatihan. Tapi sejauh ini belum terjadi.
Poin ini krusial karena tanpa itu, buruh migran terpapar eksploitasi oleh majikannya dan tidak mampu membela diri.
“Tenaga kerja migran yang sudah lama dan terlatih tidak dieksploitasi. Mereka lebih mampu membela diri. Oleh karena itu, pengembangan personel melalui pelatihan harus ditanggapi dengan serius.”
Pengalaman Mantan TKI di Arab Saudi: “Jam Kerja Tidak Normal”
Siti Badriyah, aktivis LSM Migrant Care, juga sependapat.
Baginya, menghidupkan kembali keran pengiriman TKI informal tanpa memperbaiki tata kelola adalah percuma, dan yang perlu ditekankan dalam kerja sama Indonesia-Arab Saudi adalah tanggung jawab negara setempat jika terjadi pelanggaran.
“SPSK harus menjamin bahwa pemberi kerja adalah orang yang baik dan mampu,” tambah Siti Badriyah.
Migrant Care juga menemukan, meski pengiriman TKI ke Arab Saudi masih ditutup, namun penempatan ilegal ternyata masih terjadi.
Salah satu kasus dialami oleh Susi – bukan nama sebenarnya – asal Jawa Tengah.
Susi terbang ke Arab Saudi pada April 2022 melalui agen atau perantara tidak resmi. Saat itu dia dijanjikan bekerja sebagai satu petugas kebersihan. Padahal, perempuan berusia 21 tahun ini dipekerjakan sebagai pembantu rumah tangga (ART).
Tidak ada pelatihan di tempat penampungan, meskipun dia tahu dia akan menjadi penolong.
Ketika dia sampai di sana dia memberi tahu saya bahwa dia telah bekerja 19 jam.
“Saya bekerja dari jam 8 pagi sampai jam 2 pagi. Pekerjaannya mulai dari menyapu, mengepel hingga membersihkan dinding karena banyak pasir dan debu. Bagaimanapun, ada pekerjaan di Indonesia yang tidak terpikirkan dan dilakukan, ”kenang Susi.
“mengepel Rumah tiga lantai saja sudah bagus sangat lelah. Pekarangan kemarin juga harus dibersihkan.”
“Kalau sanak saudara majikan datang Jumat sampai Minggu, saya juga harus mengurus bayi. Pekerjaan itu seperti pesta.
Dia dibayar 1.000 SAR untuk sebulan bekerja, tetapi dengan beban kerja yang begitu berat, itu dianggap tidak masuk akal.
Sebulan kemudian, Susi memutuskan kabur dari rumah majikannya. Dia pergi ke kantor kedutaan dan dikembalikan ke Indonesia pada September 2022.
“Saya tidak akan lagi bekerja di luar negeri sebagai pekerja rumah tangga. Jam kerja tidak normal seperti pada masa kolonial. Ini membuat saya trauma.”
sumber gambar, ANTARA FOTO
Menteri Tenaga Kerja Ida Fauziyah (kanan) didampingi Menteri Tenaga Kerja dan Ekonomi Federal Martin Kocher (kiri).
Apa kata Departemen Tenaga Kerja?
Direktur Penempatan dan Perlindungan TKI Kementerian Ketenagakerjaan Rendra Setiawan mengakui, menyingkirkan calo “sangat sulit” karena mayoritas calon TKI lebih mempercayai mereka ketimbang pemerintah daerah.
“Tantangannya adalah meyakinkan TKI untuk mendaftar langsung ke dinas kabupaten/kota,” kata Rendra Setiawan.
Untuk itu, Depnaker sedang membangun aplikasi yang dapat diakses langsung oleh TKI.
Terkait pendidikan, kata dia, calon TKI bisa mengambil kursus di lembaga manapun tanpa harus bergantung pada pemerintah.
Rendra mengatakan, kebijakan pengiriman TKI ke Arab Saudi sudah dalam tahap percobaan selama enam bulan. Jika hasilnya bagus maka memungkinkan untuk dilanjutkan dan akan semakin banyak perusahaan yang merekrut di Indonesia.
“Pengiriman melalui jalur tunggal atau kafalah kami akan tetap melarangnya, mungkin kami tidak akan membukanya selamanya. Jadi tunggu saja Syariah nanti.”
“Karena jika satu orang kembali ke masa lalu, itu banyak masalah.”
Rendra memperkirakan proses penempatan tenaga kerja informal ini akan dimulai pada Januari 2023 sembari membenahi sistem SPSK.