- Penulis, Anthon Jackson
- Peranan, BBC Travel

Sumber gambar, Getty Images
Baru-baru ini, Kementerian Pariwisata & Purbakala Mesir telah meluncurkan proyek Jejak Keluarga Kudus, yang merangkai sekitar 25 perhentian di sepanjang rute perjalanan kudus Yesus, Maria, dan Yusuf.
Jalan menuju Gereja Perawan Terberkati di Mesir, di atas Jabal al-Tayr (Gunung Burung), yang terletak kira-kira 250 kilometer di selatan Kairo, dahulu melibatkan pendakian vertikal yang berbahaya ke tebing berbatu curam yang dipahat dengan tangan, menjulang langsung dari Sungai Nil.
Segelintir penjelajah yang mau bersusah-susah mendaki gunung itu kebanyakan tertarik dengan sejarah mistisnya.
Selama berabad-abad, lokasi itu – penjaga situs ini menjelaskan kepada saya – telah menghasilkan keajaiban yang tak terhitung, bahkan hingga hari ini.
Perjalanan saya baru-baru ini ke gereja itu jauh lebih mulus – di dalam mobil ber-AC yang melaju di sepanjang jalan dengan permukaan halus.
Kami menuju ke selatan di sepanjang tepi timur Sungai Nil melewati lanskap tambang putih yang dipahat dari zaman Firaun, deretan kuburan Kristen Koptik mulai muncul ketika saya mendekati inti suci Jabal al-Tayr: sebuah gua di bawah gereja.
Di sinilah Keluarga Kudus – Yesus, Maria, dan Yusuf – diperkirakan beristirahat setelah melarikan diri dari Betlehem untuk menghindari murka Raja Herodes.
Sebagaimana dicatat dalam Injil Matius, raja memutuskan semua bayi laki-laki Betlehem harus dibunuh, tetapi seorang malaikat menampakkan diri kepada Yusuf dalam mimpi, menyuruhnya “membawa anak kecil itu dan ibunya dan melarikan diri ke Mesir”.
Menurut Matius, ketiganya mematuhi instruksi ini dan berangkat malam berikutnya.
Dalam tradisi Kristen Koptik, berdasarkan dugaan penglihatan suci dan pengetahuan lokal, keluarga tersebut menghabiskan tiga setengah tahun berikutnya untuk berpindah-pindah, dari Bethlehem ke Delta Nil Mesir kemudian menelusuri sungai ke arah selatan Mesir Hulu.
Ditandai dengan lusinan keajaiban, perjalanan penting ini menempuh jarak lebih dari 3.000 km.
Ketika saya tiba di Gereja Perawan Terberkati, tempat itu dikelilingi pagar besi kecil seperti pajangan museum yang berharga dan dindingnya baru saja diplester.
Sumber gambar, Getty Images
Restorasi kubah Gereja Koptik Perawan Maria setelah menjadi target serangan bom bunuh diri pada 2018.
Berharap untuk meningkatkan “pariwisata spiritual” dan klaim ketenaran Kristen negara itu, Kementerian Pariwisata & Purbakala Mesir telah meluncurkan Jalur Keluarga Kudus.
Jalur ini memetakan sekitar 25 perhentian di sepanjang rute terkenal dan terdiri dari beberapa rumah ibadah tertua di negara itu, di mana Gereja Perawan Terberkati – dan gua suci yang dibangun untuk menampungnya – hanyalah salah satunya.
Bermitra dengan berbagai keuskupan dan yayasan – kementerian juga merenovasi tempat-tempat suci ini, meningkatkannya dengan lanskap, penerangan dan rambu-rambu; peningkatan akses jalan; dan mengembangkan akomodasi di sepanjang rute.
Beberapa perubahan substansial, namun yang lainnya kosmetik. Meski begitu, visi kementerian masih jauh dari selesai. Namun demikian, kabar tentang proyek Jejak Keluarga Kudus mulai menyebar.
Pada Oktober 2022, saya berangkat untuk menelusuri rutenya ke selatan, mulai dari Delta Sungai Nil, ke Kairo, dan akhirnya ke Mesir Hulu di mana Gereja Perawan Terberkati berada.
Delta Sungai Nil
Setelah menelusuri pantai-pantai Mediterania Mesir dari Kota Rafah ke pelabuhan klasik Pelusium, rute Keluarga Kudus memotong ke selatan menuju Kairo melalui kota kuno Bubastis.
Di sini, menurut pengetahuan Kristen Koptik, kedatangan bayi Yesus menyebabkan fondasi kuil berguncang, menggemakan apa yang dinubuatkan Yesaya dalam Perjanjian Lama ketika dia berkata, “Berhala-berhala Mesir akan gemetar di hadapannya.”
Saat melarikan diri dari amukan penduduk setempat, Yesus kemudian menyemburkan mata air untuk memuaskan dahaga ketiganya.
Sumur yang diyakini telah dibangun di lokasi mata air kini dikelilingi pagar agar peziarah tidak meminum airnya.
Sumber gambar, Getty Images
Patung Maria menyambut pengunjung di situs suci ‘Virgin Mary Tree’, lokasi di mana Keluarga Kudus diperkirakan menghabiskan malam dalam pelarian.
Keluarga itu menerima sambutan yang lebih hangat di pinggiran Mostorod, kini Kairo modern, kota yang sekarang ditelan oleh keriuhan ibu kota.
Saya berhenti di gereja abad ke-12 yang dibangun untuk menutup al-Mahamah (tempat mandi), sumur lain tempat keluarga itu dikisahkan minum dan mandi.
Sumur itu dikelilingi oleh para peziarah, beberapa menulis catatan doa untuk dimasukkan ke dalam gua suci terdekat.
Rute tersebut kemudian berbelok ke utara sebelum melintasi pertigaan paling barat Sungai Nil.
Saya mengikuti jejak keluarga itu di pinggiran padang pasir di Wadi El Natrun, sebuah lembah di mana Yesus memunculkan mata air ajaib lainnya.
Dimulai pada awal abad ke-4, ribuan calon pertapa akan menetap di sepanjang jalan tersebut.
Di tiga dari empat biara yang bertahan, renovasi sekarang telah selesai, termasuk pengungkapan lukisan dinding kehidupan Yesus abad pertengahan yang menakjubkan di biara Al-Sourian.
Kairo
Setelah melintasi Delta, jejak ini membawa saya berputar kembali ke pinggiran Kairo di Shagaret Maryam (Pohon Maria), sebatang pohon sycamore tua bengkok yang konon menawarkan keteduhan untuk Keluarga Kudus.
Memasuki kompleks yang memagari pohon itu, saya menemukan sumur lain yang diperkirakan airnya telah diminum oleh keluarga itu, baru saja dilapisi plester, hanya beberapa langkah dari plakat pengukuhan yang dipasang dalam seminggu terakhir.
Tak jauh dari situ, saya memperhatikan batang pohon tua itu ditopang oleh penyangga di samping pagar kayu rendah.
Pagar didirikan di sekeliling untuk menjaganya dari godaan para peziarah yang ingin mengupas kulit kayunya atau memetik daunnya sebagai oleh-oleh.
Sumber gambar, Getty Images
Shagaret Maryam (Mary’s Tree) adalah pohon sycamore tua yang konon menawarkan keteduhan bagi Keluarga Kudus.
Di Kairo Koptik yang bersejarah, saya berjalan mengitari sudut dari Gereja Gantung Babilonia Romawi ke Gereja Abu Serga, dibangun pada abad ke-4 sebagai pertanda perhentian utama berikutnya.
Gereja itu melingkupi sebuah gua suci, yang dianggap sebagai salah satu tempat peristirahatan terlama bagi keluarga itu dan merupakan salah satu situs paling suci di jalur tersebut.
Situs itu dengan rapi diberi label dalam bahasa Arab dan Inggris untuk orang banyak yang menyumbat di tangga sempit menuju ke ruang bawah tanah tempat keluarga itu tinggal selama tiga bulan.
Perhentian terakhir Keluarga Kudus di Kairo adalah di sebuah distrik pinggiran Kota Maadi yang rindang.
Di sini, mereka diperkirakan melakukan perjalanan dengan cara sama yang menghubungkan Gereja Perawan Maria ke Sungai Nil, menaiki perahu papirus dan berlayar menuju kota kuno Memphis dan Al-Bahnasa, yang terakhir telah menjadi situs biara lain.
Ketika saya berhenti di gereja itu, anak tangga yang lama telah dipalang dengan gerbang besi yang terkunci, dan sebuah perahu polisi berlabuh di dekatnya.
Di dalamnya, bersama dengan ikon Keluarga Kudus, terdapat relik yang dilindungi oleh kotak kaca dari masa depan: sebuah Alkitab usang yang diambil dari Sungai Nil dekat tangga suci pada tahun 1976.
Pada halamannya yang terbuka, terdapat tulisan dari Yesaya 19:25: “Diberkatilah Mesir, umat-Ku… “
Beberapa jam kemudian, saya melaju ke selatan dengan kereta api dari Stasiun Ramses Kairo, tidak menyadari bahwa mulai saat ini saya tidak akan bepergian sendiri.
Mesir Hulu
Di persimpangan Mesir Hilir dan Hulu, Keluarga Kudus akhirnya mencapai Jabal al-Tayr dan Gereja Perawan Terberkati.
Kekhawatiran tentang keamanan dan penutupan yang lama di wilayah sekitarnya telah membuatnya terhapus dari peta sejak 1990-an.
Para turis paling sering mendatangi tempat ini dengan kereta api dari Luxor dan Kairo.
Sekarang, setelah dibuka selama satu dekade, bentangan Sungai Nil di selatan Kairo ini telah dijuluki sebagai area fokus utama bagi mereka yang mengembangkan Jalur Keluarga Kudus.
Diharapkan, banyak gereja bersejarahnya akan menambah daya pikat kuil-kuil dan makam-makamnya yang megah namun jarang dikunjungi.
Saat turun dari kereta, terlihat jelas bahwa masalah keamanan lama belum sepenuhnya memudar. Sejalan dengan protokol untuk semua tamu asing, petugas polisi bersikeras menemani saya selama sisa rute melalui wilayah Minya dan Asyut.
Sumber gambar, Getty Images
Seorang peziarah berdiri di dekat Patung Keluarga Kudus.
Hanya beberapa langkah dari Holy Family Hotel yang baru, saya melepaskan sepatu saya untuk memasuki Gereja Perawan Terberkati, di mana pilar-pilar nave besar dan kasar tampak lebih tua dari gerejanya yang bergaya basilika.
Dari suatu tempat di belakang ikonostasis (layar kayu berornamen yang memisahkan tempat suci gereja dari bagian tengahnya), terdengar dengungan tajam dari semburan pasir, awan debu halus merembes melalui celah-celah kecil dan naik ke langit-langit. Renovasi di sini ternyata kurang lengkap.
Di bawah bentangan perancah terakhir yang masih harus diturunkan, saya duduk di bangku batu di sudut sendirian, mengamati arus pasang surut para peziarah saat mereka memasuki gereja dengan suara gaduh, sebagian besar baru saja turun dari bus wisata yang diparkir di luar.
Saat melewati altar, hampir semua orang berhenti untuk menyentuh atau mencium tirai yang menutupi ambang pintunya. Kabut debu yang memenuhi bagian tengah ruangan, menambah misteri bagi tempat suci ini.
Sebelum meninggalkan gereja, nyaris semua orang membungkuk di gua kecil tempat Yesus dan Maria berlindung.
Saya sendiri mengintip ke dalam gua kecil itu, yang ternyata tak banyak hiasan dan bahkan lebih kecil dari kebanyakan gua yang pernah saya lihat.
Di bagian belakang berdiri ikon Maria dan Yesus yang disandarkan pada dudukan kayu kecil; di sampingnya ada kotak logam besar yang digembok – tempat bagi para peziarah menyerahkan persembahan mereka.
Dari tempat yang sederhana ini, kata kepala proyek kepada saya, banyak “mukjizat” telah terjadi selama bertahun-tahun – mulai dari penyembuhan dan penglihatan surgawi hingga menjawab segala macam permohonan: untuk kehamilan, promosi, atau sekadar bukti yang bisa mengekang keraguan bahwa keajaiban benar-benar terjadi.
Sumber gambar, Getty Images
Reruntuhan Gereja Perawan St. Mary (dibangun 385 – 412 M), dikenal sebagai Basilika Agung, Abu Mena, Mesir.
Setelah meninggalkan gua di Jabal al-Tayr, Keluarga Kudus kemudian menyeberangi Sungai Nil dan melanjutkan perjalanan ke selatan.
Mereka akhirnya mencapai Hermopolis Kuno, sekarang menjadi ladang puing yang luas dikelilingi oleh Kota Al-Ashmonein yang berantakan.
Mukjizat Yesus di sini, termasuk penggulingan lebih banyak kuil, dijelaskan dalam teks tertua yang masih ada dalam catatan perjalanan keluarga tersebut, A History of the Monks in Egypt, sebuah catatan anonim tentang perjalanan para peziarah perintis abad ke-4.
Sampai di tepi gurun, keluarga itu segera tiba di lereng Gunung Qusqam, perhentian paling suci mereka.
Di sinilah akhirnya seorang malaikat memberi tahu Yusuf bahwa Herodes telah mati dan keadaan telah aman untuk kembali ke Utara.
Tanah suci di sini dikelilingi oleh sebuah biara mirip benteng yang dikenal sebagai Al-Muharraq.
Dianggap sebagai “Betlehem Kedua” oleh orang Kristen Koptik, situs tersebut diyakini telah menampung keluarga tersebut selama enam bulan, jauh lebih lama daripada perhentian lain di rute mereka.
Melewati gerbang raksasa biara, seorang biarawan membawa saya langsung ke gereja tertua Al-Muharraq.
Di dalamnya, dia menunjuk ke sepetak karpet di samping ikonostasis dan menjelaskan bahwa sebuah sumur ajaib tempat Yesus pernah minum dulu pernah ada di sini.
“Kami biasanya mengatakan bahwa sumur itu kehabisan air, tetapi sebenarnya sumur itu sengaja dikubur”, konon untuk menghentikan aliran keajaibannya.
Akan tetapi keajaiban, kata biarawan itu, terus terjadi hingga hari ini.
Pada pergantian abad ke-5, di Al-Muharraq inilah Theophilus, paus ke-23 Aleksandria, pertama kali menyempurnakan rute yang sebenarnya, yang dia klaim telah diterimanya dari Perawan Maria dalam sebuah penglihatan.
Selama berabad-abad, perhentian lebih lanjut ditambahkan berdasarkan catatan ajaib.
Sekitar 50 km ke selatan, Biara Santa Maria di Drunka sekarang secara luas dianggap sebagai perhentian terakhir rute tersebut dan terdaftar di peta rute Kementerian.
Untuk perjalanan ke Drunka, saya didampingi kembali oleh detasemen polisi.
Kompleks biara di sini adalah yang terbesar yang pernah saya lihat di sepanjang rute, membentang di atas gunung dekat Kota Asyut dengan banyak konstruksi baru yang sedang berlangsung.
Berbicara dengan penuh semangat tentang berbagai keajaiban zaman modern, seorang biarawati muda memimpin jalan ke gua-gua suci Drunka, menjelaskan bahwa yang satu telah menampung Yusuf dan yang lainnya menjadi tempat berlindung Perawan Maria dan Yesus.
Dia menjelaskan, sambil menunjuk ke gua Yusuf, bahwa pada tahun 1986 Sang Perawan muncul di sini “untuk mengkonfirmasi kepada kami tentang kebenaran” atas klaim tradisional Kristen Koptik.
Sumber gambar, Getty Images
Biara St. Paul the Anchorite, Mesir.
Seperti layaknya sejarah dan mitos yang melingkupinya, ketepatan rute ini tentu saja samar-samar.
Bahkan pengumuman dari kementerian pun berbeda-beda, soal tempat pemberhentian, jumlah, dan bahkan urutannya. Ini mencerminkan tantangan dalam mencoba memahami banyak pengakuan dari berabad-abad yang lalu.
Satu hal yang pasti adalah kisah Keluarga Kudus terus menggugah dan menginspirasi.
Dan sekarang, tempat-tempat keramat yang menandai rute terkenal mereka lebih mudah dikunjungi, sebagian berkat upaya luas untuk mengembangkan Jalur Keluarga Kudus.
Adapun apakah visi Kementerian akan terpenuhi, itu masih harus dilihat: jalur ini belum mampu memikat wisatawan dari luar negeri yang diinginkan.
Namun, di Mesir, upaya tersebut telah memperkuat kebanggaan lokal, menerangi salah satu tradisi tertua dan paling dirayakan di negara itu – yang secara nyata menghubungkan “keajaiban” kitab suci dengan Sungai Nil.