
sumber gambar, INTERPHOTO/Didik Suhartono
Terdakwa kasus dugaan pencabulan terhadap mahasiswa Moch Subechi Azal Tsani (MSAT) (kedua dari kanan) memasuki ruang sidang selama persidangan.
Pengadilan Negeri Surabaya (PN) memvonis Moch Subchi Atsal Tsani (MSAT) alias Bechi, putra ulama ternama di Jombang, KH Muhammad Mukhtar Mukthi, tujuh tahun penjara.
Bechi dituduh melakukan pelecehan seksual terhadap sejumlah santri Pesantren Shiddiqiyyah di Desa Losari, Ploso, Kabupaten Jombang.
Penangkapan Bechi dicegah oleh ratusan simpatisannya. Padahal, statusnya adalah pengungsi.
Dalam putusannya, Kamis (17/11), Ketua Pengadilan Negeri Surabaya Sutrisno menyatakan “terdakwa Moch Subchi Atsal Tsani telah divonis secara meyakinkan dan meyakinkan atas tindak pidana melakukan perbuatan yang melanggar kesusilaan kehormatan… tahun penjara.”
Vonis ini lebih ringan dari tuntutan jaksa yakni 16 tahun penjara.
Terhadap putusan tersebut, terpidana menyatakan masih mempertimbangkan untuk mengajukan banding.
“Masih ada tujuh hari untuk menimbang… terserah klien, nanti kita bicarakan,” kata kuasa hukum terpidana, I Gede Pasek Suardika.
Saat pembacaan putusan, puluhan pendukung terpidana melakukan tekanan di halaman depan gedung pengadilan.
sumber gambar, ANTARA FOTO/Umarul Faruq
Tersangka kasus pelecehan, Moch Subchi Azal Tsani (kedua dari kiri) di Rutan Kelas I Surabaya di Medaeng-Sidoarjo, Jawa Timur, Jumat (8/7/2022).
Sebelumnya, dalam persidangan 10 Oktober lalu, Bechi divonis 16 tahun penjara oleh jaksa.
Tuntutan 16 tahun penjara karena “tidak ada hal yang meringankan” dari terdakwa.
Jaksa Penuntut Umum Jatim Mia Amiati mengatakan Bechi dijerat Pasal 285 juncto 65 ayat 1 KUHP dengan ancaman hukuman 12 tahun penjara.
Menurutnya, hukuman Bechi ditambah sepertiga dari hukuman semula.
“Pasal 285 juncto 65 ayat 1 KUHP. Kita minta pidana maksimal karena 285 KUHP itu 12 tahun (hukuman penjara) jadi kita tambah sepertiga dari pasal 65 jadi kita usulkan total 16 tahun. ,” ujarnya, Senin (10/10).
Mia mengatakan tidak ada hal yang meringankan bagi Bechi selama persidangan, sehingga pihaknya memvonisnya 16 tahun penjara.
“Tidak ada hal-hal yang meringankan dalam proses itu,” katanya.
Kasus MSAT menjadi sorotan publik setelah polisi berjuang untuk menemukan dan menangkapnya selama sekitar dua tahun.
Putra seorang Kiai di Jombang, Jawa Timur, dilaporkan ke polisi setempat karena diduga berhubungan seks dan menganiaya santriwati.
Ia kemudian ditetapkan sebagai tersangka pada 12 November 2019, namun tak pernah menghadiri tiga somasi dari Polda Jatim.
Setelah diliput media secara luas, MSAT kemudian dimasukkan ke dalam Daftar Pencarian Orang (DPO) dan akhirnya diserahkan ke polisi pada 8 Juli.
Kementerian Agama mencabut pencabutan izin operasional pondok pesantren atas instruksi Presiden Jokowi
Kementerian Agama telah mencabut izin operasional pondok pesantren Shiddiqiyyah di Desa Losari, Ploso, Kabupaten Jombang pada hari gerombolan santri mencegah polisi menangkap Bechi.
Namun, tiga hari kemudian, Kementerian Agama mencabut pencabutan izin operasi tersebut.
Muhadjir Effendy, yang saat itu menjabat menteri agama ad interim, mengatakan pencabutan izin dicabut karena kasus dugaan kekerasan seksual hanya melibatkan salah satu pengurus pesantren dan bukan institusi.
Selain itu, terduga pelaku juga ditangkap polisi.
“Demikian pula yang menghalang-halangi petugas ditangkap,” kata Muhadjir dalam keterangannya kepada wartawan, Senin (7/11).
Ia juga mengatakan, ada ribuan siswa yang perlu dijamin pembelajarannya.
Karenanya ia berharap dengan terbitnya izin pesantren edisi baru ini, para orang tua santri kembali mendapatkan kepastian status belajar anaknya dan dapat belajar dengan tenang.
“Ponpes Majma’al Bahrain Shiddiqiyyah di Jombang, Jawa Timur, dapat kembali beraktivitas seperti semula,” ujarnya.
Kasus pengadilan terhadap putra kepala pesantren terus berlanjut.
“Saya berharap masyarakat bisa memahami keputusan tersebut,” lanjut Muhadjir.
Muhadjir menambahkan, pencabutan pencabutan izin operasional Pondok Pesantren Shiddiqiyah juga merupakan perintah dari Presiden Joko Widodo.
“Atas perintah Bapak Presiden, dan ini sudah menjadi perhatian langsung Bapak Presiden, dan sesuai dengan perintah Bapak Presiden untuk membatalkan (mencabut izinnya),” kata Muhadjir dikutip Kompas.comSelasa (12/7/2022).
LPSK menyebut korban diintimidasi
Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) mengatakan pendukung Bechi berusaha menekan korban untuk mencabut laporan tersebut.
Wakil Ketua LPSK Susilaningtyas mengatakan: “Ada korban pertama yang melapor dan terus damai, dan ada korban yang saat ini kami lindungi yang juga beberapa kali didatangi oleh orang tak dikenal untuk melaporkan mundur.”
Lebih lanjut Susilaningtyas mengatakan, “Bahkan ada saksi yang kami lindungi yang juga mengalami ancaman fisik dari oknum tak dikenal yang diduga sebagai pendukung pelaku,” ancaman yang dikatakan Wakil Ketua LPSK itu tetap dilakukan.
Menurut Novita Sari dan Ana Abdillah dari Women’s Crisis Center Jombang, LSM yang sejak awal membantu korban, saat ini telah membantu lima korban serta banyak saksi lainnya.
Saksi ini adalah “saksi dari lima korban yang saat ini kami bantu,” kata Novita.
Lima korban Bechi termasuk kasus pemerkosaan.
“Ada yang diperkosa, ada yang diminta melakukan ritual Kemben. Insiden bervariasi, ada yang terjadi lebih dari satu kali. Ada yang saat ritual Kemben saat terpilih bekerja di puskesmas yang hendak dibuka oleh pelaku,” tambah Novita.
sumber gambar, ANTARA FOTO/Umarul Faruq
Petugas mengawal tersangka Moch Subchi Azal Tsani (kedua dari kiri) ke Rutan Kelas I Surabaya di Medaeng-Sidoarjo, Jawa Timur, usai pembebasan kasus pada Jumat (8/7/2022).
Novita juga mengatakan, kemungkinan ada korban lain selain lima orang yang “dilindungi LPSK” karena “banyak yang mengungsi (oleh pesantren), ada beberapa yang tidak bisa dihubungi lagi.”
Dia mengatakan WCC dan LPSC saat ini “membantu para korban mempersiapkan prosesnya”.
Korban mulai melaporkan kasus tersebut pada tahun 2019 namun tidak ada tindak lanjut dan upaya penangkapannya dihalangi oleh ayah tersangka, seorang Kiai di Jombang, pengasuh Pesantren Shiddiqiyah di Losari Ploso.
“Bukti Pemuka Agama Memiliki Otoritas Tanpa Kendali”
sumber gambar, ANTARA FOTO/Syaiful Arif
Polisi berjaga di depan gerbang Pondok Pesantren Shiddiqiyyah Ploso dalam upaya penangkapan Moch Subchi Azal Tsani (MSAT) di Jombang, Jawa Timur, Kamis (7/7/2022).
Pada Kamis (7/7), Kiai Jombang, ayah tersangka, berjanji akan mendampingi anaknya usai upaya penangkapan paksa.
Langkah awal Kiai Jombang untuk mencegah polisi menangkap anak-anak mereka dikutip oleh seorang cendekiawan Muslim, Lies Marcoes, sebagai contoh bagaimana para pemimpin agama di Indonesia “umumnya memiliki semua otoritas, agama, sosial, ekonomi hingga yang lebih luas jangkauannya. undang-undang yang memungkinkan adanya peluang besar untuk penyalahgunaan jabatan”.
Lies menambahkan, tidak ada mekanisme kontrol terhadap tingkat kewenangan.
“Satu-satunya kendali adalah moral. Orang melihat mereka karena perasaan mereka sendiri. Jadi mereka adalah penguasa besar tanpa alat kontrol apapun,” ujar Lies saat dihubungi BBC News Indonesia.
sumber gambar, Gambar Getty
Demonstrasi menentang kekerasan seksual terhadap anak dan perempuan
Lies mengatakan, hal itu sebagai tanggapan atas kasus seorang Kiai di Jombang yang menggunakan kewenangannya untuk “mempengaruhi proses penegakan hukum”.
“Kasus Jombang menunjukkan bahwa para pemuka agama memiliki kewenangan yang luar biasa untuk melakukan apapun mulai dari kekerasan seksual, eksploitasi energi, waktu hingga anak didiknya akibat pergaulan yang tidak baik. tidak berdaya diantara mereka. Ini juga menunjukkan penegakan hukum bisa dipengaruhi,” kata Lies.
Kasus ini mendapat tanggapan dari warganet, antara lain:
Bechi dilaporkan ke Polres Jombang karena diduga melakukan persetubuhan dan pencabulan terhadap mahasiswi, kemudian ditetapkan sebagai tersangka pada 12 November 2019.
Awal tahun ini, berkas perkara MSAT sudah lengkap dan siap diadili. Namun, MSAT tidak pernah menghadiri tiga somasi dari Polda Jatim.
Ia kemudian dimasukkan ke dalam Daftar Pencarian Orang (DSB).
Dua tahun berlalu, MSAT belum juga tertangkap, termasuk percobaan pada Minggu (07/03) yang kembali gagal.
Lies Marcoes menambahkan, kasus Jombang merupakan bukti yang “sekuat apapun Kollefektif kekuasaan kepada seorang tokoh agama. Anda harus mematuhi hukum.”
“Ini adalah eksperimen politik yang sangat penting untuk menunjukkan bahwa negara yang mendapat mandat dari rakyat memiliki kewajiban untuk melindungi rakyat dari mandat tersebut. energi apapun yang dia katakan.
Selain itu, terdapat perbedaan pola hubungan antara tokoh agama dan masyarakat di beberapa tempat. Di Cirebon, katanya, hubungan jauh lebih egaliter dibanding di Jawa Timur.
“Jawa Timur lebih feodal, kiai seperti raja, misalnya santri tidak bisa melihat wajahnya ketika kiai lewat, karena menghormati energiIlmu, taqwa dan turunannya milik Kiai,” katanya.
Selain kasus ini, seorang guru ngaji, AA, di Prefektur Tangerang ditangkap polisi awal tahun ini karena diduga melakukan pelecehan seksual terhadap setidaknya tiga anak di bawah umur yang menjadi muridnya.
Tahun lalu, publik dikejutkan dengan kasus pemerkosaan seorang guru ngaji dan kepala pesantren di Kota Bandung, Jawa Barat, Herry Wirawan, terhadap 13 siswi. Dia juga dijatuhi hukuman mati atas kejahatannya.
Kemudian di Padang, Sumatera Barat, seorang pensiunan guru BUMN ditangkap polisi karena menyodomi puluhan muridnya.
sumber gambar, Gambar Getty
Demonstrasi menentang kekerasan seksual terhadap anak dan perempuan
Kemudian, belasan tahun silam, Ketua Pesantren Miftahul Jannah, Jawa Tengah, Pujiono Cahyo Widiyanto atau yang akrab disapa Syekh Puji, dinyatakan bersalah menikah di bawah umur.
Departemen Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) menemukan ada 10.247 insiden kekerasan terhadap perempuan dan anak pada tahun 2021.
Dari jumlah tersebut, 15,2% adalah kekerasan seksual.