
sumber gambar, KOMPAS.com/Mita Amalia Hapsari
Petugas menyemprotkan disinfektan di sebuah rumah di kawasan Kalideres, Jakarta Barat, Sabtu malam (11/12). Rumah tersebut ditempati oleh empat orang dari satu keluarga yang ditemukan tewas.
Kasus tewasnya empat orang satu keluarga di Kalideres, Jakarta Barat yang belum terpecahkan, telah menciptakan “ruang” bagi berbagai spekulasi liar publik yang belum terbukti, kata para kriminolog dan pengawas media.
Kriminolog Universitas Indonesia Joasis Simon mengatakan polisi harus mengusut kasus ini segera dan transparan, karena spekulasi liar yang muncul dianggap “tidak adil” bagi korban dan keluarganya.
Menurut Joasis, kasus ini pertama kali menarik perhatian publik karena muncul narasi “kelaparan” yang mengejutkan publik.
“Memang kasus ini bisa dibilang cukup unik sehingga menarik banyak perhatian karena ada unsur ‘kelaparan’. Benarkah masih ada orang yang mati kelaparan hari ini? Itu mengejutkan orang,” kata Joasis kepada BBC News Indonesia.
Namun, seiring berkembangnya intelijen polisi, diikuti pernyataan dari keluarga korban yang mempertanyakan “kelaparan” sebagai pemicu, muncul celah yang menyisakan misteri.
Ruang kosong ini merupakan “sumber konspirasi” yang belum bisa dibuktikan, menurut pengamat media Universitas Gadjah Mada Wisnu Prasetya.
Spekulasi liar bermunculan di media sosial, menurut Wisnu.
Dari mengaitkan kasus ini dengan sekte tertentu hingga mengontraskannya dengan kasus Burari di India.
“Spekulasi hanya bisa diungkap melalui penyelidikan polisi yang transparan dan akuntabel. Ini tidak sepenuhnya menghilangkan spekulasi, tapi setidaknya meminimalisirnya,” jelas Wisnu.
Wisnu juga mengingatkan media arus utama untuk tidak berspekulasi saat memberitakan kejadian ini.
Empat jenazah satu keluarga ditemukan Kamis (10/11) di sebuah rumah di kompleks perumahan Citra Garden 1, Kalideres, Jakarta Barat.
Penemuan berawal dari bau busuk yang sudah tercium warga selama seminggu terakhir, mengarah ke rumah korban.
Setelah korban tidak merespon, warga masuk ke dalam rumah dan menemukan keempat jenazah tersebut.
Investigasi polisi kemudian mengungkapkan bahwa keempat korban ditemukan pada waktu yang berbeda dan di ruangan yang berbeda.
Keempat korban bernama Rudyanto Gunawan, 71, kemudian istrinya bernama K. Margaretha Gunawan, 68, putrinya bernama Dian, 40, dan adik ipar dari Rudyanto bernama Budyanto Gunawan, 69.
Apa temuan polisi?
Jaya Kombes Hengki Haryadi, Kepala Badan Reserse Kriminal Umum Polda Metro, mengaku menemukan “titik terang” dalam penyidikan kasus tersebut, yang tidak diungkapkannya lebih lanjut.
“Tim gabungan Ditreskrimum Polda Metro Jaya dan Polres Metro Jakarta Barat telah membuat kemajuan yang signifikan dalam penyelidikan, yang didasarkan pada metode investigasi induktif dan deduktif,” kata Hengki kepada Detik.com, Selasa (15/11).
Terpisah, Inspektur Jenderal (Purn) Kompolnas Benny Mamoto mengatakan, sejumlah buku berisi ajaran sejumlah agama ditemukan di rumah keluarga tersebut.
“Karena ada hal-hal yang tidak biasa seperti korban menutup diri dari keluarga, memakai sepatu plastik tertutup, tidak menginginkan listrik atau makanan di TKP, penting untuk meneliti temuan buku itu,” kata Benny.
Namun untuk memastikan apakah temuan tersebut terkait dengan kematiannya, penyidik masih menunggu pemeriksaan dan bukti lebih lanjut, kata Benny.
Masih kepada Detik.com, Selasa, Direktur Humas Polda Metro Jaya juga mengatakan penyebab kematian empat orang itu bukan karena kelaparan.
Pekan lalu, Kapolres Metro Jakarta Barat Kombes Pasma Royce mengatakan, hasil otopsi keempat jenazah tersebut “tidak menunjukkan tanda-tanda kekerasan”.
Selain itu, penyelidikan juga menemukan bahwa “tidak ada makanan yang keluar dari perut mayat”.
“Berdasarkan pemeriksaan medis, maka bisa diduga jenazah ini sudah lama tidak makan atau minum apapun karena diketahui ototnya sudah mengecil,” kata Pasma, Jumat (11/11).
Diduga keempat jenazah mengalami dehidrasi, sehingga ditemukan dalam keadaan “kering”.
Polisi kemudian mengatakan mereka menemukan bungkus makanan di rumah tempat kejahatan itu terjadi.
Struk belanja juga ditemukan di salah satu supermarket. Polisi masih mendalami dugaan terkait temuan tersebut.
Mengapa kasus ini begitu menarik perhatian publik?
sumber gambar, Detik.com/Ilham Oktafian
Menurut kriminolog dari Universitas Indonesia, Josias Simon, kasus di Kalideres banyak menyedot perhatian publik karena muncul narasi kelaparan.
“Ketika kita berbicara tentang kelaparan dalam situasi pandemi, itu adalah hal yang sensitif. Kalau timbul kecurigaan, ‘mungkin ini masalah kelaparan’, berarti ada yang salah dengan program pemerintah,” jelas Joasis.
Joasis menambahkan, dalam pembahasan ini juga terdapat perbedaan persepsi tentang “kelaparan” berdasarkan hasil forensik dan versi “kelaparan” yang dipahami masyarakat.
Menurut Joasis, hasil forensik menunjukkan tidak ada bekas makanan di perut korban, kata Joasis, fakta dalam pemeriksaan.
Namun persepsi masyarakat tentang “kelaparan” bisa bermacam-macam dan cenderung mengejutkan.
Seiring dengan terus berkembangnya temuan investigasi, seperti ternyata keempat orang tersebut tidak meninggal dalam waktu yang bersamaan, ruang telah diciptakan untuk mengeksplorasi kemungkinan motif atau penyebab lainnya.
Kelaparan yang diduga, kata Joasis, kemudian menjadi “terlalu aneh” mengingat profil keluarga ini membuat agak sulit untuk percaya bahwa mereka sangat menderita sehingga mereka mati kelaparan.
“Kemudian ditelaah dari segi kejahatan, kesengajaan, penelantaran, pembiaran dan sebagainya bahkan berkembang menjadi keyakinan dan pemahaman tertentu yang mungkin masih melatarbelakangi atau memicu terjadinya peristiwa itu yang menjadi motif terjadinya peristiwa itu. Itu masih misteri, menarik untuk orang karena sampai sekarang belum terungkap,” kata Josias.
Joasis menilai kasus ini harus “digolongkan unik” berdasarkan temuan polisi sebelumnya.
Namun, apakah kasus ini tergolong kasus pidana biasa sangat tergantung dari motifnya yang belum diungkap polisi.
Misteri yang masih melingkupi kasus ini memicu banyak spekulasi yang mengemuka di media sosial. Dari mereka yang mengaitkannya dengan sekte tertentu hingga penjajarannya dengan kematian Burari di India.
Masih terlalu dini bagi Joasis untuk mengaitkan kejadian ini dengan spekulasi tersebut.
“Saya juga tidak berani bicara soal vonis, buktinya kurang kuat. Ketika kita berbicara tentang kepercayaan atau sekte, sebuah dogma sedang disampaikan. Jadi kepercayaan adalah bakar diri, bunuh diri, ada yang dikaitkan dengannya. Tapi kenapa saya percaya bahwa tidak ada seorang pun dan hanya dia?
“Mungkin ini sebenarnya masalah sepele terkait masalah ekonomi dan keluarga yang belum terselesaikan dan mereka ingin mengasingkan diri dan akhirnya membuat keadaan seperti itu. Biar lebih jelas, polisi yang mengurusnya,” jelas Joasis.
Terlepas dari motif dan penyebabnya, Joasis percaya bahwa spekulasi liar yang tidak terbukti ini akan “melukai” para korban dan keluarga mereka yang masih hidup.
Bagaimana spekulasi liar ini muncul?
Pemantau media Universitas Gajah Mada Wisnu Prasetya mengatakan spekulasi liar tentang kasus itu telah muncul di media sosial.
Kasusnya sendiri tergolong “baru” dan belum pernah ada kasus serupa di Indonesia, sehingga menggugah rasa penasaran publik.
Kekosongan yang tak terjawab tentang penyebab kematian keempat orang itu pun dipenuhi berbagai spekulasi liar.
“Sebenarnya kita tidak bisa mengontrol di media sosial, ya kita bisa mengkritisi di media arus utama, tapi banyak konspirasi yang beredar di media sosial seperti TikTok,” jelas Wisnu.
“Ada yang menyamakan dengan kasus Burari di India, tapi kita belum tahu investigasi resminya seperti apa, ada juga yang mengaitkannya dengan kultus apokaliptik, tapi itu belum bisa dibuktikan,” kata Wisnu.
Tindakan terpenting saat ini, kata Wisnu, adalah agar polisi secara bertanggung jawab mengungkap kasus ini dan menghindari pernyataan yang bisa memicu spekulasi liar.
“Ketika ada spekulasi tetapi mendapat liputan liar di media sosial, itu menjadi sumber konspirasi baru. Hal ini penting dilakukan agar isu tidak menjadi liar,” ujarnya.
Wisnu juga mengingatkan media arus utama agar tidak terjebak dalam spekulasi sensasional saat memberitakan kasus tersebut.
Selama ini, dia menilai pemberitaan media arus utama “sepenuhnya benar”, dengan mengutamakan sumber dari otoritas seperti kepolisian atau dari sumber yang kompeten seperti kriminolog.
Namun, masih ada sebagian kecil berita yang cenderung sensasional.
Spekulasi liar yang sensasional bermunculan di media sosial yang juga sulit dikendalikan.
“Saya berharap media dapat merangsang diskusi tentang kasus ini dan mendiskusikan kasus ini dengan cara yang lebih rasional tentang bagaimana kita harus menanggapinya. Beri ruang pada fakta, jangan terjebak spekulasi,” kata Wisnu.