
sumber gambar, ANTARA FOTO
Sejumlah pengunjuk rasa dari berbagai kelompok mahasiswa berdemonstrasi pada Selasa (5 Oktober 2022) di Jalan Buper, Waena, Kota Jayapura, Papua. Aksi tersebut merupakan bentuk penolakan pemekaran Daerah Otonom Baru (DOB) di Papua.
Meski ditentang oleh sebagian masyarakat Papua dan aktivis kemanusiaan, pemerintah Indonesia tetap meresmikan tiga provinsi baru di Papua dan tiga gubernur masing-masing pada Jumat (11/11).
Tiga provinsi baru itu adalah Papua Selatan, Papua Tengah, dan Papua Pegunungan.
Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian melantik tiga provinsi dan tiga penjabat gubernur yang diangkat oleh Presiden Joko Widodo.
Pemerintah pusat berulang kali menyatakan bahwa keberadaan ketiga provinsi tersebut diperlukan untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat setempat.
Jakarta selalu menegaskan bahwa keputusan pemekaran didasarkan pada aspirasi para tokoh dan masyarakat di tiga wilayah tersebut.
Sebuah klaim yang telah dipertanyakan sejak awal. Mereka percaya ekspansi tersebut sebenarnya dapat memicu konflik baru dan pelanggaran hak asasi manusia di Papua.
Majelis Rakyat Papua (MRP) – perwakilan resmi masyarakat adat Papua – adalah salah satu pihak yang menentang pemisahan.
Peresmian ketiga provinsi ini berlangsung di Kantor Kementerian Dalam Negeri dan secara simbolis diakhiri dengan pemukulan tifa, alat musik khas Papua.
Tiga pejabat gubernur tersebut adalah Apolo Safanpo (Papua Selatan), Nikolaus Kondomo (Gunung Papua) dan Rebekah Haluk (Papua Tengah).
Diberitakan, Apolo Rektor Universitas Cendrawasih Papua, Nikolaus Kepala Kejaksaan Negeri Papua. Ribka kini menjabat sebagai Kepala Dinas Sosial, Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Papua.
sumber gambar, ANTARA FOTO
Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian melantik tiga provinsi dan tiga penjabat gubernur yang diangkat oleh Presiden Joko Widodo.
DPR mengesahkan undang-undang yang mencakup tiga provinsi di Papua
Pada 30 Juni, Sidang Paripurna DPR menyetujui tiga RUU pembentukan provinsi di Papua.
Persetujuan itu menuai kritik dari sejumlah aktivis kemanusiaan di Papua.
Menurut mereka, pemekaran tiga provinsi baru di Papua akan memicu konflik dan pelanggaran HAM baru yang terus berkembang.
Karena kehadiran tiga provinsi baru itu pasti disertai dengan penambahan aparat keamanan.
Namun, Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian mengklaim bahwa usulan pemekaran Papua berasal dari aspirasi kepala daerah, tokoh adat dan agama, serta tokoh perempuan yang datang ke Presiden Jokowi.
“Dan juga tokoh-tokoh birokrasi di wilayah Papua Selatan, Gunung Papua dan Papua Tengah, baik yang diterima langsung oleh Presiden dalam kunjungannya maupun oleh Wakil Presiden, delegasi yang datang, juga Kementerian Dalam Negeri dan pimpinan kementerian/lembaga, termasuk partai politik. pejabat dan tentunya kepada anggota DPR RI.”
Tito mengatakan dalam kesimpulannya, kebijakan pemekaran harus menjamin dan memberi ruang bagi Orang Asli Papua (OAP).
“Dengan tujuan utama percepatan pembangunan di Papua untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat Papua, khususnya masyarakat asli Papua,” imbuh Mendagri Tito Karnavian dalam rapat paripurna DPR.
sumber gambar, KESEIMBANGAN HERMANTO/AFP
Sekelompok masyarakat di Timika, Papua, berdemonstrasi menentang, antara lain, pemekaran provinsi di wilayah tersebut, 3 Juni 2022.
Konflik telah terjadi karena DOB
Beberapa aktivis kemanusiaan di Papua percaya bahwa pemekaran tiga provinsi baru ini akan membawa konflik dan pelanggaran HAM baru yang semakin meningkat.
Perwakilan Sinode Gereja Kristen Indonesia (GKI) Papua yang juga anggota Tim Kemanusiaan, Pdt. Dora Balubun mengatakan, saat ini ada perpecahan di kalangan masyarakat adat di Nabire yang tidak mau bergabung dengan provinsi baru. .
“Ada juga perbedaan pendapat tentang bagaimana masyarakat adat di Nabire telah menyatakan bahwa mereka bergabung dengan provinsi induk Papua dan tidak ingin bergabung dengan provinsi baru,” kata Pendeta Dora Balubun dalam konferensi pers virtual, Kamis (30/6).
“Kemudian ada penjelasan dari masyarakat adat lebih baik ke Saireri karena Nabire bukan ibu kota Papua bagian tengah. Ini adalah pembagian dan pembagian.”
“Konflik ini terjadi sebelum diputuskan. Apa yang akan terjadi besok? Apalagi ketika pihak berwenang datang, apa yang akan terjadi lagi?”
Perwakilan Petisi Rakyat Papua, Ika Begint, setuju.
Dia mengatakan, penetapan tiga provinsi baru hanya akan menambah kasus pelanggaran HAM seperti yang terjadi di dua provinsi sebelumnya dan belum terselesaikan.
Karena kehadiran tiga provinsi baru itu pasti disertai dengan penambahan aparat keamanan.
sumber gambar, ANTARA FOTO
Polisi menyemprotkan air untuk membubarkan pengunjuk rasa yang tergabung dalam berbagai elemen mahasiswa di Jalan Buper, Waena, Kota Jayapura, Papua, Selasa (5 Oktober 2022). Aksi tersebut merupakan bentuk penolakan pemekaran Daerah Otonom Baru (DOB) di Papua.
Ika merujuk pada tragedi Paniai tahun 2014, yang menewaskan empat orang dan melukai 21 orang, ketika warga melakukan aksi protes terhadap aparat TNI yang memukuli kelompok pemuda.
Dalam peristiwa ini, Kejaksaan Agung telah menetapkan seorang tersangka yang merupakan anggota TNI berinisial IS.
“Hanya ada dua provinsi yang terjadi pelanggaran HAM dalam skala besar. Juga, tiga provinsi baru telah ditambahkan? Jadi pemerintah saat ini tidak melihat dampak negatif dan apa yang akan terjadi pada masyarakat Papua,” kata Ika.
“Tiga provinsi baru ini tentu akan banyak membawa militer ke Papua dan masyarakat Papua sudah trauma dengan kehadiran aparat.”
Sementara itu, Ketua Majelis Rakyat Papua (MRP) Timothy Murib menuduh pemerintah dan DPR melakukan kekerasan dan pelanggaran hak asasi manusia terhadap orang Papua dengan mengesahkan UU Daerah Otonom yang baru.
Baginya, pemekaran bukanlah jalan untuk kebaikan rakyat Papua. Karena kebijakan tersebut justru menguras sumber daya alam Papua.
“Saat ini negara tidak memikirkan kepentingan rakyat Papua, tetapi untuk sumber daya alam Papua.”
Timothy juga menegaskan, keinginan memecah Papua tidak datang dari pihaknya. MRP juga, lanjutnya, baru satu kali bertemu dengan pemerintah untuk membahas rencana ekspansi tersebut. Itu juga tidak pernah menyetujui penambahan tiga provinsi baru.
“Jadi partisipasi pemerintah daerah dan masyarakat sama sekali tidak ada.”
sumber gambar, ANTARA FOTO
Sejumlah pengunjuk rasa dari berbagai kelompok mahasiswa berdemonstrasi pada Selasa (5 Oktober 2022) di Jalan Buper, Waena, Kota Jayapura, Papua. Aksi tersebut merupakan bentuk penolakan pemekaran Daerah Otonom Baru (DOB) di Papua.
Hingga saat ini, uji materi UU Nomor 2 Tahun 2021 tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua masih berlangsung di Mahkamah Konstitusi.
Gugatan yang diajukan Dewan Rakyat Papua itu memeriksa sejumlah pasal, antara lain Pasal 76 ayat 1 dan 2.
MRP menilai amandemen pasal tersebut menghilangkan kewenangan penuh MPR dalam memberikan persetujuan pemekaran DOB.
Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid memperkirakan jika Mahkamah Konstitusi menguatkan klaim Pasal 76 MRP, “semangat otonomi khusus” akan kembali, sehingga memfasilitasi potensi konflik dan eskalasi di Papua.
“Pasal 76 nyawa Otsus, kalau tidak ada MRP maka tidak ada Otsus.”
“Dengan kata lain, ketika kewenangan MRP atas persetujuan Pemekaran tidak dihormati, itu adalah bukti betapa tidak demokratisnya pemerintah. otoriter.”
Apa yang diatur dalam undang-undang pembentukan provinsi di Papua?
Setelah undang-undang ini disahkan, Kementerian Dalam Negeri akan menunjuk pejabat sementara sebagai gubernur di tiga provinsi baru hingga pemilihan pada 2024.
Kemendagri menargetkan pelantikan pejabat sementara gubernur pada Agustus 2022. Kemudian pembentukan perangkat daerah akan dilakukan paling lambat tiga bulan setelah pelantikan pejabat gubernur sementara.
Rekrutmen aparatur sipil negara dilakukan paling lambat enam bulan setelah gubernur menjabat.
Untuk anggaran daerah, DPR dan pemerintah sudah sepakat akan diambil dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Menurut perhitungan awal Kementerian Dalam Negeri, anggaran tahunan untuk provinsi baru berkisar antara Rp 700 miliar hingga Rp 1 triliun. Namun, selain dari APBN, Valentinus mengatakan tidak menutup kemungkinan menerima hibah dari provinsi lain di Papua.
Sedangkan untuk pembentukan ASN, Kemendagri berusaha mengisi 80 persennya dengan orang asli Papua.
Berita ini diperbarui dengan menambahkan informasi tentang peresmian tiga provinsi baru di Papua pada Jumat 11 November 2022.