
sumber gambar, Gambar Getty
Umar Patek usai menjalani persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Barat pada 31 Mei 2012.
Seorang penyintas mengaku sedih dan kecewa atas pembebasan bersyarat terpidana kasus bom Bali yang menewaskan 202 orang, Umar Patek. Dia menyebut mantan panglima Jemaah Islamiyah itu berpotensi melakukan aksi terorisme lagi.
Senada dengan itu, seorang pengamat terorisme dari Universitas Malikussaleh Lhokseumawe, Aceh, mengatakan kepada Al Chaidar keputusan pembebasan Umar Patek seperti memasang “bom waktu” yang suatu saat akan diledakkan oleh aksi terorisme, tanpa ada pihak yang bertanggung jawab.
Di sisi lain, pemantau terorisme Universitas Indonesia, Muhammad Syauqillah, melihat pembebasan Umar Patek dilakukan karena telah menunjukkan penurunan tingkat deradikalisasi dengan berjanji setia pada negara kesatuan Republik Indonesia. bertugas sebagai pengibar bendera merah putih dan mengajukan pembebasan bersyarat.
Selain itu, Umar Patek juga dapat menjadi bagian dari upaya negara untuk melawan informasi radikalisme dan terorisme di masyarakat dan media sosial.
Pada Rabu (07/12) Kementerian Hukum dan HAM mengumumkan bahwa Hisham bin Alizein alias Umar Patek dibebaskan dari penjara kelas I Surabaya dalam program pembebasan bersyarat.
Umar Patek, yang mengorganisir bom Bali 2002, ditangkap di Pakistan pada 2011. Dia kemudian dijatuhi hukuman 20 tahun penjara. Selama berada di penjara dia menerima serangkaian pengurangan hukuman dengan total sekitar 33 bulan.
Korban Selamat Bom Bali: ‘Luka Saya Tak Sembuh, Dia Bebas’
sumber gambar, Gambar Getty
Thiolina Marpaung, korban selamat bom Bali 2002.
Thiolina Marpaung adalah korban selamat dari bom Bali 12 Oktober 2002.
20 tahun telah berlalu, ia masih menanggung trauma luka fisik di matanya akibat serangan yang menewaskan 202 orang itu.
Di tengah ketegangan itu, ia mengaku sedih dan kecewa ketika salah satu pelaku, Umar Patek, dibebaskan bersyarat.
“Yang membuat saya sedih adalah dia bebas sebagai pelaku sementara saya masih menanggung luka seumur hidup. Lukaku tidak akan sembuh. Dua bola mata saya terluka. Lensa di bola mata kiri diganti, mata kanan juga diganti karena menembus kaca otot mata putih. Lensa mata yang Tuhan berikan diganti dengan lensa dari transplantasi,” kata Thiolina kepada BBC News Indonesia, Kamis (08/12).
Selain itu, Ketua Yayasan Istri, Suami, dan Anak (Isana) Dewata Tragedi Bom Bali itu juga khawatir Umar Patek kemungkinan akan melakukan aksi terorisme lagi di masa mendatang.
“Pada hari yang sama Umar Patek dibebaskan, ada serangan teroris di Bandung yang dilakukan oleh mantan napi teroris. Ini seperti kode dari Tuhan yang menunjukkan bahwa meskipun mereka pernah di penjara sebelumnya, ketika mereka keluar, mereka bisa melakukannya lagi,” kata Thiolina.
Pelaku yang baru dibebaskan pada September 2021 itu diduga ditangkap terkait kasus teror “Panbombe” di Cicendo pada 2017 lalu.
sumber gambar, Gambar Getty
Seorang kerabat korban menghadiri upacara peringatan peringatan 20 tahun bom Bali.
Thiolina juga meragukan program kepemimpinan dan pengawasan pemerintah untuk Umar Patek hingga 2030.
“Aku masih tidak percaya. Coba yang di Bandung, Agus baru keluar tahun lalu. Tapi dia tidak terlihat sehingga dia bisa melakukan aksinya. Bayangkan jika dibandingkan dengan Umar Patek yang lebih memiliki keahlian terorisme,” ujarnya.
Thiolina juga meminta agar hukuman terhadap Umar Patek dan pelaku teroris lainnya ditinjau kembali dengan memberikan sanksi yang lebih keras.
Belakangan, Jan Laczynski, warga Australia yang kehilangan lima temannya dalam pengeboman itu, mengaku kaget dan marah.
“Orang ini mendapatkan hidup mereka kembali. Bagi banyak dari kita, kita tidak akan pernah mendapatkan hidup kita kembali,” katanya. “Mengerikan. Mengerikan. Ini salah.”
88 warga Australia tewas dalam tragedi ini. Pemerintah Australia telah mendorong pembebasan Patek dan mengatakan akan menekan pihak berwenang Indonesia untuk menjanjikan pengawasan lanjutan kepadanya.
Warga Australia berhak kecewa dan prihatin dengan keputusan ini [pembebasan bersyarat Umar Patek]kata Menteri Chris Bowen.
Jalan raya bersyarat Umar Patek
sumber gambar, Gambar Getty
Umar Patek dikawal polisi saat keluar dari gedung pengadilan saat sidang kasus bom Bali 21 Juni 2012 di Jakarta.
Kementerian Hukum dan HAM dalam siaran persnya menyebutkan Hisham bin Alizein alias Umar Patek dibebaskan dari penjara kelas I Surabaya pada Rabu (7/12) dalam program pembebasan bersyarat.
Sebelum Umar Patek dibebaskan, dia pernah divonis lima bulan penjara karena kelakuan baik Agustus lalu.
Sejak bebas, status Umar Patek berubah dari narapidana menjadi klien di Lapas Surabaya. Selain itu, ia harus mengikuti program pendampingan paling lambat 29 April 2030.
Koordinator Bidang Kehumasan dan Protokol Koordinator Bidang Humas Rika Aprianti mengatakan, program pembebasan bersyarat merupakan hak bersyarat yang diberikan kepada seluruh narapidana yang telah memenuhi persyaratan administratif dan materiil.
“Umar Patek telah memenuhi syarat khusus untuk mengikuti program pembinaan deradikalisasi dan sumpah setia kepada NKRI. Pemberian pembebasan bersyarat kepada Umar Patek juga direkomendasikan oleh BNPT dan Densus 88,” kata Rika.
Sebuah “bom waktu” yang bisa meledak kapan saja
sumber gambar, Gambar Getty
Bangunan dan mobil terbakar setelah ledakan bom di tempat wisata Kuta, Bali, 13 Oktober 2002.
Pengamat terorisme dari Universitas Malikussaleh Lhokseumawe, Aceh, Al Chaidar, menilai keputusan pembebasan Umar Patek sebagai “bom waktu” yang sewaktu-waktu bisa meledak oleh aksi terorisme.
“Saya khawatir pembebasannya dapat menimbulkan konsekuensi yang mengerikan dan menyebabkan bencana di kemudian hari. Kalau nanti ternyata Umar Patek tiba-tiba kabur atau melakukan serangan bom, nanti siapa yang bertanggung jawab?” kata Chaidar.
Ia melihat Umar Patek dan para pelaku teroris lainnya sebagai sekelompok orang cerdas yang memiliki kemampuan menginternalisasi lingkungannya dalam bentuk manipulasi dan penipuan.
“Ketika tertangkap, mereka mengembangkan sikap seolah-olah menerima, patuh, tidak radikal dan seolah-olah berhasil dideradikalisasi. Padahal mereka adalah orang-orang yang cerdas dan sadar sepenuhnya bahwa basis ideologis mereka tidak mungkin berubah,” ujarnya.
Chaidar juga mendesak negara untuk membuat keputusan yang masuk akal dan tidak terpengaruh oleh sikap para teroris saat menjalani hukumannya.
“Mereka adalah pemain karakter dan agen yang sangat bebas memilih sikap dan reaksinya. Negara harus menghukum teroris dengan hukuman berat seperti penjara seumur hidup atau mati,” katanya.
Umar Patek, “suara yang dapat dipercaya” dalam kontra-narasi
sumber gambar, Gambar Getty
Pengunjung berdoa di depan Tugu Peringatan Bom Bali untuk memperingati 20 tahun Bom Bali di Kuta, Bali, Indonesia pada 12 Oktober 2022.
Di sisi lain, pemantau terorisme Universitas Indonesia Muhammad Syauqillah melihat pembebasan bersyarat Umar Patek dilaksanakan setelah memenuhi beberapa kriteria program deradikalisasi.
Di antara indikator tersebut, Umar Patek bersumpah setia kepada negara kesatuan Republik Indonesia, menjabat sebagai pengibar bendera merah putih dan mengajukan pembebasan bersyarat.
“Dari konteks penelaahan terhadap jaringan teroris di Indonesia, jelas bahwa orang yang melakukan ketiga hal tersebut adalah orang yang radikalismenya paling tidak berkurang. Kemudian dari segi perilaku individu, ini adalah sesuatu yang terlarang bagi kelompok jaringan teror dan digunakan sebagai teman para thogut,” ujar Syauqillah.
Memikirkannya, Syauqillah melihat Umar Patek mengalami penurunan radikalismenya. Namun, tambahnya, program deradikalisasi harus tetap berjalan di luar lapas dengan melibatkan masyarakat, tokoh agama dan negara sebagai aktor utama.
“Kita tidak bisa mengatakan sama sekali tidak ada potensi ancaman, tapi kemudian bagaimana menguranginya dengan program deradikalisasi,” ujarnya.
Selain itu, lanjut Syauqillah, Umar Patek merupakan sosok yang memiliki suara kredibel dalam menyampaikan pesan anti radikalisme dan anti terorisme baik kepada kelompok teroris maupun narapidana teroris di dalam penjara maupun kepada masyarakat umum.
“Pemerintah perlu melibatkan Umar Patek dalam upaya kontra-narasi dengan menyatakan bahwa apa yang dilakukan Umar Patek di masa lalu adalah salah dan masyarakat tidak boleh terlibat.”
“Upaya telah dilakukan terhadap jaringan teroris, di penjara dan masyarakat umum. Ia kemudian melakukan kontradiksi dengan membagikan konten melalui media sosial untuk meredam munculnya lone wolf yang memiliki hubungan kuat karena peran media sosial,” ujarnya.
sumber gambar, Gambar Getty
Bom Bali 2002 menewaskan 202 orang.
BBC News Indonesia telah menghubungi Direktur Deradikalisasi dan Direktur Pencegahan BNPT untuk dimintai tanggapan terkait pertimbangan pemberian pembebasan bersyarat dan kemungkinan ancaman jika Umar Patek dibebaskan dari penjara, namun hingga berita ini diturunkan mereka belum menjawab.
Umar Patek adalah pembuat dan perancang bom yang menyerang Bali pada tahun 2002, menewaskan 202 orang. Usai tragedi itu, Umar Patek dikabarkan kabur ke Filipina untuk bergabung dengan kelompok Abu Sayyaf.
Di sana dia dikatakan sebagai komandan tempat pelatihan militer bagi anggota Jemaah Islamiyah, yang dekat dengan kelompok al-Qaeda.
Patek kemudian ditangkap di Pakistan pada Maret 2011. Dia kemudian diekstradisi ke Indonesia dan dijatuhi hukuman 20 tahun penjara.
Tiga rekan Umar Patek yang merupakan pelaku bom Bali dan anggota Jemaah Islamiyah, Imam Samudra, Amrozi dan Mukhlas alias Ali Gufron dieksekusi pada 2008.